SLAWI, disdukcapil.tegalkab.go.id - Sebuah tugas rutin pemerintahan berubah menjadi sebuah misi kemanusiaan yang penuh liku di sebuah rumah sederhana di Desa Mindaka, Kecamatan Tarub. Di sana, tim "jemput bola" Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Tegal berhadapan dengan tantangan terberat mereka: merekam data biometrik SRE (59), seorang wanita yang telah belasan tahun berjuang melawan schizophrenia.
Perjalanan untuk mengukir identitas digital SRE dalam database negara bukanlah proses yang linear. Ia penuh dengan drama, penolakan, dan akhirnya, keharuan. Pada upaya pertama, kedatangan tim dengan peralatan laptop dan perangkat rekam biometrik justru memicu kecemasan mendalam dalam diri SRE. Teriakan pecah, tubuhnya gemetar ketakutan sebelum akhirnya ia melarikan diri, menghindari kontak yang ia anggap sebagai ancaman. Proses yang bagi warga biasa hanya butuh 5 sampai 10 menit, bagi SRE adalah sebuah pertaruhan melawan dunianya sendiri.
Kegagalan itu tidak menyurutkan niat. Justru menjadi pembakar semangat bagi tim untuk lebih memahami bahwa pendekatan teknis belaka tidak akan cukup. Mereka merancang ulang strategi dengan pendekatan humanis. Koordinasi intens dilakukan dengan keluarga untuk mempelajari momen-momen ketika SRE lebih tenang. Petugas melepas seragam dinas yang kaku, mencoba berbaur dan membangun kepercayaan.
Upaya kedua pun dilakukan. Kali ini, bukan hanya tim Disdukcapil yang berjuang, tetapi juga keluarga dan bahkan warga sekitar yang turun tangan. Dalam sebuah pemandangan yang mengharukan, mereka bersama-sama membentuk lingkaran support, mencoba menenangkan SRE dengan kata-kata lembut dan pelukan. Proses yang seharusnya singkat itu memakan waktu berjam-jam, diwarnai dengan jeda-jeda panjang untuk menunggu SRE merasa benar-benar nyaman. Butuh kesabaran ekstra hanya untuk membujuknya menatap lensa kamera atau meletakkan jarinya di scanner.
Kepala Disdukcapil Kabupaten Tegal, Tri Guntoro, S.H., M.M., ketika dikonfirmasi, menyatakan bahwa kisah SRE adalah cerminan dari komitmen nyata Disdukcapil Tegal untuk inklusivitas.
"Ini adalah bukti bahwa layanan kami bukan hanya tentang memenuhi target administrasi, tetapi lebih tentang memastikan bahwa tidak ada satu pun warga yang terlewat, terutama mereka yang paling rentan dan membutuhkan perlindungan Negara.," ujar Tri Guntoro.
"Pendekatan teknis harus diimbangi dengan pendekatan empati dan humanis. Kami sangat berterima kasih kepada keluarga dan masyarakat yang telah bersinergi dengan petugas kami. Kolaborasi seperti inilah yang memungkinkan kami menjangkau mereka yang berada di pinggiran. Setiap KTP yang berhasil terbit bagi mereka yang rentan adalah pencapaian yang jauh lebih berharga daripada sekadar angka di laporan. Dan setiap bulannya tim kami merekam warga dengan keterbatasan seperti ini bisa mencapai lima warga.," tambahnya penuh keyakinan.
Kisah perjuangan merekam data biometrik SRE adalah sebuah potret microcosm dari upaya besar Disdukcapil Tegal. Mereka tidak hanya mengumpulkan data, tetapi memulihkan hak-hak dasar seorang warga negara, mengembalikan martabat, dan yang terpenting, merangkul mereka yang seringkali tersisihkan oleh derap pembangunan. Setiap sidik jari yang berhasil direkam adalah cerita tentang inklusi, sebuah pesan bahwa dalam data kependudukan, setiap nyawa berarti.