03 Oktober

Apa Sih Bedanya Pengakuan Anak, Pengangkatan Anak, dan Pengesahan Anak? Berikut Penjelasannya

SLAWI, disdukcapil.tegalkab.go.id –– Dalam konteks hukum keluarga, terdapat tiga istilah penting yang sering kali digunakan secara bergantian, yaitu pengangkatan anak, pengakuan anak, dan pengesahan anak. Meski terdengar mirip, ketiganya memiliki arti dan konsekuensi hukum yang sangat berbeda. Penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaan ini guna menghindari kesalahpahaman serta memastikan hak-hak anak dipenuhi secara benar dan adil.

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 yang telah diperbarui dengan UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, terdapat 20 jenis dokumen kependudukan yang mencatat berbagai peristiwa penting dalam hidup seseorang, termasuk kelahiran, kematian, perkawinan, dan lain-lain. Di antara dokumen tersebut, terdapat Surat Pengangkatan Anak, Akta Pengakuan Anak, dan Akta Pengesahan Anak. Dokumen-dokumen ini berkaitan langsung dengan status hukum seorang anak dalam sebuah keluarga, baik dari sudut pandang hukum agama maupun negara.

Dalam UU tersebut, Pasal 1 Ayat (17) menyebutkan bahwa peristiwa penting adalah kejadian yang dialami seseorang seperti kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, dan pengangkatan anak. Istilah pengangkatan anak, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 47 Ayat (1), merujuk pada perbuatan hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua biologisnya ke keluarga orang tua angkat. Proses pengangkatan ini harus melalui putusan atau penetapan pengadilan. Setelah putusan diterima, pengangkatan anak harus dilaporkan ke instansi pelaksana, yang akan menerbitkan kutipan Akta Kelahiran paling lambat 30 hari setelah salinan putusan pengadilan diterima.

Sementara itu, pengakuan anak memiliki arti yang berbeda. Pengakuan anak terjadi ketika seorang ayah biologis mengakui seorang anak yang lahir di luar pernikahan sebagai anaknya. Dengan pengakuan ini, anak tersebut mendapatkan hak-hak yang sama seperti anak sah, termasuk hak waris dan hak untuk menggunakan nama keluarga dari ayah biologisnya. Pengakuan anak juga wajib dilaporkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) setempat, paling lambat 30 hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah yang disetujui oleh ibu.

Di sisi lain, pengesahan anak terjadi ketika seorang anak yang lahir di luar pernikahan disahkan setelah kedua orang tuanya menikah. Pengesahan ini memberikan status hukum yang setara dengan anak yang lahir dari pernikahan sah. Pasal 50 Ayat (1) menjelaskan bahwa pengesahan anak berlaku untuk anak yang orang tuanya telah menikah secara sah menurut hukum agama dan negara. Dengan pengesahan ini, anak tersebut memperoleh hak yang sama seperti anak yang lahir dalam pernikahan, baik dari segi status hukum maupun hak waris.

Direktur Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dafdukcapil), Akhmad Sudirman Tavipiyono, menjelaskan pentingnya memahami perbedaan antara pengangkatan, pengakuan, dan pengesahan anak. Ia menekankan bahwa setiap proses hukum yang melibatkan anak harus dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini penting agar tidak ada hak anak yang terabaikan atau dilanggar. Ia juga mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menangani masalah-masalah ini, mengingat bahwa setiap keputusan yang diambil akan berdampak pada kesejahteraan dan hak-hak anak.

Dengan pemahaman yang baik mengenai ketiga istilah ini, masyarakat diharapkan dapat lebih cermat dalam mengurus segala proses hukum yang terkait dengan status anak. Hal ini penting untuk melindungi anak dan memastikan hak-haknya dipenuhi, serta menjaga keharmonisan keluarga dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sumber (https://dukcapil.kemendagri.go.id/blog)